Jam tiga sore, Rani sudah duduk santai
di depan televisi. Ia menaruh remote setelah menemukan acara musik favorit.
Kaos oblong putih dan celana santai selutut melekat di tubuhnya. Sebungkus
wafer cokelat, yang ia beli sepulang dari kantor, menemaninya melepas penat selepas
kerja.
Tengah asik mendengar lagu yang dicover
oleh pembawa acara, tiba-tiba hp-nya bergetar. Rani dengan malas meraih hp yang
tergeletak di sampingnya. 1 pesan masuk, Mika.
Mika:
Ran, lagi apa?
Sekian detik Rani menatap pesan singkat
itu. Mengejutkan baginya menerima pesan dari orang yang, yah, bisa dibilang
hilang kabar beberapa minggu kebelakang. Orang yang Rani pikir sudah enggan
menghubungi-nya lagi.
Lagi
nonton tv. Km?
Rani lah hanya Rani. Ia memilih membalas
pesan dari Mika, tanpa berpikir macam-macam. Yah, semacam ‘akankah
obrolan-obrolan panjang seperti dulu terulang kembali’. Rani hanya sekedar
menanggapi seadanya, niat awalnya.
Mika: Lagi duduk aja, pas ke field ini. Hm :(
“Nah loh, pake ada emot sedih pula”,
spontan Rani berkomentar setelah membaca balasan dari Mika. Tangannya terasa
‘gatal’ jika tak menanggapi emot dengan tanda kurung buka tersebut. Cepat ia
mengetik pesan reply.
‘:(’,
why?
Sedikit rasa penasaran muncul dalam hati
Rani. Mika, yang kurang lebih satu bulan menghilang tanpa kabar tiba-tiba
‘datang’ membawa emot :( Kalau ini terjadi dulu ketika mereka masih dekat,
pasti Rani akan memberondong Mika dengan banyak pertanyaan bahkan ia akan segera
menekan tombol hijau di hp-nya untuk bicara langsung. Tapi, lain halnya dengan
sekarang.
Mika: Hehe, gpp kok
Rani mendesis pelan. Tipikal orang lagi
galau. Ditanya kenapa selalu jawaban ‘gpp’ yang keluar. Dan pasti ‘Hehe’nya
bukan ‘Hehe’nya orang bahagia.
Belum
pengen cerita ya. Udah lunch?
“Duh” Rani menghapus kalimat kedua dan
mengetikkan dengan pertanyaan yang ia rasa lebih ... lebih pantas. Sejak Mika
mengganti bio di twitternya dengan satu kata: Yana’s, Rani pun menghentikan
langkahnya untuk bertahan. Bertahan berharapm satu. Bertahan menunggu, dua. Bertahan
menaruh rasa pada lelaki bernama Mika, tiga. Yang terakhir, gagal.
Keduanya bertemu di bangku SMA
pertengahan tahun 2006. Ekstrakurikuler Photography yang membuatnya saling
kenal. Rani dan Mika tergabung dalam satu kelompok saat diklat keanggotaan.
Berteman. Saling cerita. Dekat. Cinta. Mainstream. Kalau orang jawa
bilang, witing tresno jalaran soko kulino. Mungkin mereka salah satu ikonnya.
Belum
pengen cerita ya. Btw, apa kabar?
Menanyakan kabar menjadi pertanyaan yang
ia kirim untuk Mika. Rani masih menggenggam ponselnya. Tanpa disuruh,
pikirannya seketika melayang ke waktu ia dan Mika sembilan tahun lalu. Meski
masa SMA dilalui bersama, tapi hubungan mereka nyatanya hanya sebatas dekat.
Sayang? Iya mereka saling sayang. Just it.
Tiga tahun di atap sekolah yang sama,
sampai tiba saat kelulusan dimana rencana pijakan mereka selanjutnya berbeda.
Mika memilih jurusan Teknologi Informatika di Universitas Barat. Sementara Rani
yang berasal dari kelas Ilmu Sosial mendaftar pada jurusan Administrasi di
Universitas Timur. Diterimanya mereka di tempat yang diingini, membuat Mika
harus meninggalkan Rani, dan juga meninggalkan hatinya.
Rani tak bisa melupakan kalimat yang
terlontar dari Mika. Di halte bus, menjelang keberangkatan Mika ke kota tempat
ia melanjutkan studi.
“Ran, saya pergi ya. Maaf saya nggak
bisa melanjutkan perasaan kita ini”
Yang tadinya menunduk, secepat kilat
Rani mengangkat kepalanya dan menatap lurus mata Mika. Kaget? Luar biasa. Saat
itu, ingin rasanya Rani membalas dengan rentetan ‘kenapa’, tapi kelu lidahnya
membuat diam mengisi jarak diantara mereka. Air mata Rani menetes satu demi
satu. Berikutnya tak mampu terhitung karena merupa leleran air di pipinya,
setelah Mika menambahkan, “Bestfriend, maybe is better”.
Getar hp di pangkuan Rani memecah
lamunannya. Pesan balasan dari Mika.
Mika: Baik kok. Cuma lagi capek aja huft
Ah, bukan capek biasa ini, ledek Rani
dalam hatinya. Sebelum mengetik lagi, Rani mengambil segelas air dari galon di
samping lemari es.
Istirahat
dong :)
Jadilah, sepanjang sore di hari Sabtu
itu Rani menghabiskan pulsanya untuk berkirim pesan dengan Mika. Perasaannya
kacau, antara senang dan bimbang. Senang karena bertemu lagi dengan
‘bestfriend’nya. Bimbang karena perasaannya teruji, tentang seperti apa Mika di
hatinya hingga kini.
Mika: Capek fisik bisa, kalo capek hati?
Capek hati? Ah jangan bilang Mika sedang
punya masalah dengan Yana, ‘bestlove’ katanya. Preet. Nah gue kebagian
bestfriend doang, umpat Rani seringkali.
Yee
mana saya tahu :p
Mika: Hehe, dasar. Km apa kabar Ran?
Baik
baik. Ka,
Mika: Ya?
Kalo
pengen cerita, saya siap lo dengerin. Tp ga janji kasih solusi :D
Mika: Haha, tetep aje :p
Duile
yg tinggalnya di barat, dah pake logat ‘e’ :p
Mika: Hahaha :D
Ngguyu!
Mika: Ran,
Yap?
Mika: Skrg, makasih dulu deh.
Eh
,maksudnya?
Mika: Km bikin ketawa. Ceritanya ntaran dulu ya
Segitu
doang dah ketawa, wha bakat pelawak ya sayanya :D anytime Ka.
Mika: :D tuh kan. Lg nonton apa neng?
‘neng’? Mika said ‘neng’? Neng adalah
panggilan Mika untuk Rani saat keduanya dekat. Panggilan sayang? Entah. Sejak
Mika menjadi Yana’s, tak ada lagi sapaan itu untuk Rani.
Wiw,
boleh ya itu?
Mika: Apanya? :o
‘neng’?
:)
Mika: Haha. Sssttt... ;)
Sssttt? Ini apa maksudnya ya. Rani
bingung hendak membalas apa. Akankah kisah panjang Rani bersama Mika tertulis
kembali. Jauh dalam hatinya, nama Mika masih rapi tersimpan. Meski Rani tahu, sekarang
Mika is Yana’s and Yana is Mika’s. Huh.
Dasar
:p lg nonton breakout
Mika:
Woo... Ran,
Iya?
Mika:
Gpp:)
Nah
loh, bikin penasaran sukanya :o
Mika:
:p biarin
Sepuluh menit, Rani menahan untuk tidak
membalas pesan Mika. Tujuannya untuk membuat Mika merasa perlu mengiriminya
pesan kembali karena telah membuatnya penasaran. Drrrttt... Yes berhasil, Rani
girang.
Mika: Ngambek ni yee :p
Ga
kok :p
Mika: Ran,
Iya,
apa? (kalo jawabnya ‘gpp’ lagi, saya ga balesnya 10 jam lho)
Mika: Haha, oke oke. Ini mau jawab kok
Opo?
Mika: Maybe, now i missing you
Hah, Rani terlonjak dari sofa tempatnya
duduk. Beruntung ponsel di tangannya tidak ikut terlempar. “Mika kangen”, ucap
Rani masih sambil menatap layar hp-nya. Meski kaget, tak dipungkiri senyumnya
mengembang mengetahui Mika juga merindukannya. Ini pasti bercanda, pikir Rani kemudian.
Ia tak ingin banyak berharap. Setelah menimbang-nimbang, pesan reply pun ia
kirim.
Kok
bisa?
Mika: Km nanya gt, saya juga bingung mesti jawab gmna. Taulah, mgkn krna
masalah saya sama Yana ini.
Cermin seberang yang tadinya memantulkan
wajah sumringah Rani, kemudian berganti menjadi remang kelesuan. Hati Rani
mencelos. Ternyata memang karena Yana. Missing you yang Mika tujukan untuk Rani
lantaran ‘capek’ di sisi hatinya, sehingga, mungkin Mika merasa merindukan
sesorang untuk mendengarkannya.
“I missing you too Ka.” Rani hanya bisa
menyuarakan itu di tempatnya berada. Tidak untuk diketik di layar pesan pada
Mika. Mika hanya butuh teman. Iya.
Kenapa
lho?
Mika: Wait”. Dipanggil very big boss. Nanti saya
telpon.
Haha.
Oke oke.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar