Rabu, 29 April 2015

Cinta Rani 1

Jam tiga sore, Rani sudah duduk santai di depan televisi. Ia menaruh remote setelah menemukan acara musik favorit. Kaos oblong putih dan celana santai selutut melekat di tubuhnya. Sebungkus wafer cokelat, yang ia beli sepulang dari kantor, menemaninya melepas penat selepas kerja.
Tengah asik mendengar lagu yang dicover oleh pembawa acara, tiba-tiba hp-nya bergetar. Rani dengan malas meraih hp yang tergeletak di sampingnya. 1 pesan masuk, Mika.
Mika: Ran, lagi apa?
Sekian detik Rani menatap pesan singkat itu. Mengejutkan baginya menerima pesan dari orang yang, yah, bisa dibilang hilang kabar beberapa minggu kebelakang. Orang yang Rani pikir sudah enggan menghubungi-nya lagi.
Lagi nonton tv. Km?
Rani lah hanya Rani. Ia memilih membalas pesan dari Mika, tanpa berpikir macam-macam. Yah, semacam ‘akankah obrolan-obrolan panjang seperti dulu terulang kembali’. Rani hanya sekedar menanggapi seadanya, niat awalnya.
Mika: Lagi duduk aja, pas ke field ini. Hm :(
“Nah loh, pake ada emot sedih pula”, spontan Rani berkomentar setelah membaca balasan dari Mika. Tangannya terasa ‘gatal’ jika tak menanggapi emot dengan tanda kurung buka tersebut. Cepat ia mengetik pesan reply.
‘:(’, why?
Sedikit rasa penasaran muncul dalam hati Rani. Mika, yang kurang lebih satu bulan menghilang tanpa kabar tiba-tiba ‘datang’ membawa emot :( Kalau ini terjadi dulu ketika mereka masih dekat, pasti Rani akan memberondong Mika dengan banyak pertanyaan bahkan ia akan segera menekan tombol hijau di hp-nya untuk bicara langsung. Tapi, lain halnya dengan sekarang.
Mika: Hehe, gpp kok
Rani mendesis pelan. Tipikal orang lagi galau. Ditanya kenapa selalu jawaban ‘gpp’ yang keluar. Dan pasti ‘Hehe’nya bukan ‘Hehe’nya orang bahagia.
Belum pengen cerita ya. Udah lunch?
 “Duh” Rani menghapus kalimat kedua dan mengetikkan dengan pertanyaan yang ia rasa lebih ... lebih pantas. Sejak Mika mengganti bio di twitternya dengan satu kata: Yana’s, Rani pun menghentikan langkahnya untuk bertahan. Bertahan berharapm satu. Bertahan menunggu, dua. Bertahan menaruh rasa pada lelaki bernama Mika, tiga. Yang terakhir, gagal.
Keduanya bertemu di bangku SMA pertengahan tahun 2006. Ekstrakurikuler Photography yang membuatnya saling kenal. Rani dan Mika tergabung dalam satu kelompok saat diklat keanggotaan. Berteman. Saling cerita. Dekat. Cinta. Mainstream. Kalau orang jawa bilang, witing tresno jalaran soko kulino. Mungkin mereka salah satu ikonnya.
Belum pengen cerita ya. Btw, apa kabar?
Menanyakan kabar menjadi pertanyaan yang ia kirim untuk Mika. Rani masih menggenggam ponselnya. Tanpa disuruh, pikirannya seketika melayang ke waktu ia dan Mika sembilan tahun lalu. Meski masa SMA dilalui bersama, tapi hubungan mereka nyatanya hanya sebatas dekat. Sayang? Iya mereka saling sayang. Just it.
Tiga tahun di atap sekolah yang sama, sampai tiba saat kelulusan dimana rencana pijakan mereka selanjutnya berbeda. Mika memilih jurusan Teknologi Informatika di Universitas Barat. Sementara Rani yang berasal dari kelas Ilmu Sosial mendaftar pada jurusan Administrasi di Universitas Timur. Diterimanya mereka di tempat yang diingini, membuat Mika harus meninggalkan Rani, dan juga meninggalkan hatinya.
Rani tak bisa melupakan kalimat yang terlontar dari Mika. Di halte bus, menjelang keberangkatan Mika ke kota tempat ia melanjutkan studi.
“Ran, saya pergi ya. Maaf saya nggak bisa melanjutkan perasaan kita ini”
Yang tadinya menunduk, secepat kilat Rani mengangkat kepalanya dan menatap lurus mata Mika. Kaget? Luar biasa. Saat itu, ingin rasanya Rani membalas dengan rentetan ‘kenapa’, tapi kelu lidahnya membuat diam mengisi jarak diantara mereka. Air mata Rani menetes satu demi satu. Berikutnya tak mampu terhitung karena merupa leleran air di pipinya, setelah Mika menambahkan, “Bestfriend, maybe is better”.
Getar hp di pangkuan Rani memecah lamunannya. Pesan balasan dari Mika.
Mika: Baik kok. Cuma lagi capek aja huft
Ah, bukan capek biasa ini, ledek Rani dalam hatinya. Sebelum mengetik lagi, Rani mengambil segelas air dari galon di samping  lemari es.
Istirahat dong :)
Jadilah, sepanjang sore di hari Sabtu itu Rani menghabiskan pulsanya untuk berkirim pesan dengan Mika. Perasaannya kacau, antara senang dan bimbang. Senang karena bertemu lagi dengan ‘bestfriend’nya. Bimbang karena perasaannya teruji, tentang seperti apa Mika di hatinya hingga kini.
Mika: Capek fisik bisa, kalo capek hati?
Capek hati? Ah jangan bilang Mika sedang punya masalah dengan Yana, ‘bestlove’ katanya. Preet. Nah gue kebagian bestfriend doang, umpat Rani seringkali.
Yee mana saya tahu :p
Mika: Hehe, dasar. Km apa kabar Ran?
Baik baik. Ka,
Mika: Ya?
Kalo pengen cerita, saya siap lo dengerin. Tp ga janji kasih solusi :D
Mika: Haha, tetep aje :p
Duile yg tinggalnya di barat, dah pake logat ‘e’ :p
Mika: Hahaha :D
Ngguyu!
Mika: Ran,
Yap?
Mika: Skrg, makasih dulu deh.
Eh ,maksudnya?
Mika: Km bikin ketawa. Ceritanya ntaran dulu ya
Segitu doang dah ketawa, wha bakat pelawak ya sayanya :D anytime Ka.
Mika: :D tuh kan. Lg nonton apa neng?
‘neng’? Mika said ‘neng’? Neng adalah panggilan Mika untuk Rani saat keduanya dekat. Panggilan sayang? Entah. Sejak Mika menjadi Yana’s, tak ada lagi sapaan itu untuk Rani.
Wiw, boleh ya itu?
Mika: Apanya? :o
‘neng’? :)
Mika: Haha. Sssttt... ;)
Sssttt? Ini apa maksudnya ya. Rani bingung hendak membalas apa. Akankah kisah panjang Rani bersama Mika tertulis kembali. Jauh dalam hatinya, nama Mika masih rapi tersimpan. Meski Rani tahu, sekarang Mika is Yana’s and Yana is Mika’s. Huh.
Dasar :p lg nonton breakout
Mika: Woo... Ran,
Iya?
Mika: Gpp:)
Nah loh, bikin penasaran sukanya :o
Mika: :p biarin
Sepuluh menit, Rani menahan untuk tidak membalas pesan Mika. Tujuannya untuk membuat Mika merasa perlu mengiriminya pesan kembali karena telah membuatnya penasaran. Drrrttt... Yes berhasil, Rani girang.
Mika: Ngambek ni yee :p
Ga kok :p
Mika: Ran,
Iya, apa? (kalo jawabnya ‘gpp’ lagi, saya ga balesnya 10 jam lho)
Mika: Haha, oke oke. Ini mau jawab kok
Opo?
Mika: Maybe, now i missing you
Hah, Rani terlonjak dari sofa tempatnya duduk. Beruntung ponsel di tangannya tidak ikut terlempar. “Mika kangen”, ucap Rani masih sambil menatap layar hp-nya. Meski kaget, tak dipungkiri senyumnya mengembang mengetahui Mika juga merindukannya. Ini pasti bercanda, pikir Rani kemudian. Ia tak ingin banyak berharap. Setelah menimbang-nimbang, pesan reply pun ia kirim.
Kok bisa?
Mika: Km nanya gt, saya juga bingung mesti jawab gmna. Taulah, mgkn krna masalah saya sama Yana ini.
Cermin seberang yang tadinya memantulkan wajah sumringah Rani, kemudian berganti menjadi remang kelesuan. Hati Rani mencelos. Ternyata memang karena Yana. Missing you yang Mika tujukan untuk Rani lantaran ‘capek’ di sisi hatinya, sehingga, mungkin Mika merasa merindukan sesorang untuk mendengarkannya.
“I missing you too Ka.” Rani hanya bisa menyuarakan itu di tempatnya berada. Tidak untuk diketik di layar pesan pada Mika. Mika hanya butuh teman. Iya.
Kenapa lho?
Mika: Wait”. Dipanggil very big boss. Nanti saya telpon.
Haha. Oke oke.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar