And the answer is ...
Tidak membuat takut, dan akhirnya tidak penasaran.
Intinya, dia kangen, dia sendiri yang bilang.
Syukurlah...
Sabtu, 30 Mei 2015
Takut atau Penasaran?
Beberapa hari lalu, ada pesan masuk ke akun messenger
Pengirimnya satu-satunya orang yang mengisi daftar kontak
Chris
Tapi pesannya gak terbaca
Hanya: <ding> sebanyak dua kali
Segera ku ketik balasan untuk menanyakan apa maksudnya
Jauh dalam hati turut menanyakan apa maksud kedatangannya kembali
Antara takut dan penasaran menunggu balasan darinya
Takut karna mungkin jawabannya hanya sekedarnya
Bisa jadi membuat sedih
Atau
Penasaran karna kedatangannya yang tiba-tiba
Setelah dua bulan menghilang entah kemana
Mana yang akan ku dapat?
Pengirimnya satu-satunya orang yang mengisi daftar kontak
Chris
Tapi pesannya gak terbaca
Hanya: <ding> sebanyak dua kali
Segera ku ketik balasan untuk menanyakan apa maksudnya
Jauh dalam hati turut menanyakan apa maksud kedatangannya kembali
Antara takut dan penasaran menunggu balasan darinya
Takut karna mungkin jawabannya hanya sekedarnya
Bisa jadi membuat sedih
Atau
Penasaran karna kedatangannya yang tiba-tiba
Setelah dua bulan menghilang entah kemana
Mana yang akan ku dapat?
Selasa, 12 Mei 2015
Rossa Terlalu Cinta
Tuhan maafkan diri
ini
Yang tak pernah bisa
menjauh dari angan tentangnya
Namun apalah daya
ini bila ternyata sesungguhnya aku terlalu cinta dia
RAN Dekat Dihati
Dering telponku membuatku tersenyum di pagi hari
Kau bercerita semalam kita bertemu dalam mimpi
Entah mengapa aku merasakan hadirmu disini
Tawa candamu menghibur saatku sendiri
Aku disini dan kau disana hanya berjumpa via suara
Namun ku slalu menunggu saat kita akan berjumpa
Meski kau kini jauh disana, kita memandang langit yang sama
Jauh di mata namun dekat di hati
Jarak dan waktu takkan berarti karna kau akan slalu di hati
Bagai detak jantung yang kubawa kemanapun ku pergi
Di Jalan Swaraya
Deru motor memecah
dinginnya malam di jalanan Swaraya. Sepi yang menghuni jalanan itu membuat Anna
merasa sedikit takut. Raka sedang memegang kendali motor. Anna yang diboncengnya
sejujurnya merasa canggung. Tangannya berpegang pada besi jok motor. Ia
bingung, hendak memulai obrolan apa dengan Raka. Di tengah waktunya mencari
topik pembicaraan, motor Raka berjalan pelan. Raka menghentikan motornya di
tepi jalan, tepat di depan pertokoan yang sudah tutup.
Anna masih terduduk
di jok belakang motor, terheran. Raka membuka helmnya, dan menoleh.
“Berhenti sebentar
ya” katanya.
“Kenapa Ka?” Anna yang
masih bingung pun turun. Ia ikut melepas helm dan menaruhnya di motor. Entah
kenapa, jalanan Swaraya hari Minggu malam itu sepi. Hanya satu dua motor yang
lewat.
“Aku pengen ngomong
sesuatu.” Raka berdiri satu langkah di depan Anna. Anna hanya mengangguk.
‘Oke, ini tentang
sesuatu yang serius’, batin Anna memahami.
“Kenapa Ann?” Raka menggapai
kedua tangan Anna. Suaranya pelan mengalun.
“Kenapa apanya Ka?” Anna
menanggapi, bingung.
Raka mengitarkan
pandangannya, seolah mencari kalimat yang tepat untuk menjelaskan dan mendapat
kejelasan dari Anna, gadis yang berdiri di depannya, juga hatinya.
“Kenapa Ann? Kenapa
kamu terlalu rapat menutup hati?” masih dengan suaranya yang perlahan, Raka
menguraikan tanya yang sedikit membuat Anna terkejut. Mata teduhnya menatap
Anna.
“Maksud kamu apa
nanya itu Ka?” alih-alih menjawab, Anna melemar pertanyaan balik.
“Bohong kalau kamu
nggak tau apa maksudku.” Nada suaranya naik satu tingkat. “Ann, kamu sudah tau
tentang perasaanku ke kamu. Aku sayang kamu. Aku berusaha membangun kedekatan
denganmu. Tapi aku nggak liat usaha balik dari kamu.”
“Ka,” belum selesai
Anna menjawab, Raka melanjutkan penjelasannya.
“Aku pengen kita
kaya dulu Ann”. Iya. Dulu mereka pernah punya rasa yang sama. Cinta. Pahit
manis cerita mereka pernah lalui. Saling berbagi hati. Sayang, hanya sebentar
dan di waktu yang salah. Hanya berumur satu kali ulang tahun Anna, dan satu
kali ulang tahun Raka. Dan saat Raka bersanding dengan Farah.
“Dulu”, Anna bersiap
menjawab. Kali ini tak ada yang boleh memotong kalimatnya.
“Masih sakit rasanya
Ka, kalo ngomongin yang dulu-dulu.”
Raka tertegun.
“Kalo kamu ingat, kaya
apa kita dulu. Nyimpen rasa yang sama berdua. Entah sebagai temen-lah,
sahabat-lah, apapun itu. Seneng sih.” tak disuruh, air mata Anna mengalir. Ia
berhenti sejenak mengusap air di pipinya. Meski menunggu kalimat Anna selanjutnya,
Raka menggenggam pundak Anna tak kuasa melihatnya menangis.
“Tapi tiba-tiba kamu
pergi. Nggak ada kabar sama sekali. Setiap aku sapa, aku tanya, aku hubungin
kamu, nggak ada respon barang sedikit aja.”
“Ann,”
“Lupa. Kamu kayak
lupa sama aku. Dan kamu dengan sangat santainya pasang kemesraan sama Farah.”
Pandangannya menyapu langit. “Hhh,,, wajar ya. Dia yang hak buat kamu.”
“Ann,”
“Tapi perginya kamu
secara tiba-tiba itu yang bikin aku nggak siap. Entah, sakit aja rasanya hati
ini Ka. Meskipun aku tau, aku nggak akan bisa lama sama kamu. Lima tahun, nggak
ada kamu ngajak aku ngomong satu katapun, apalagi kata maaf.”
“Anna,” Segala rasa
berkecamuk dalam hati raka. Tak mampu lagi ia mendengar penjelasan Anna.
“Selama ini, aku udah
tutup pintu ke kamu Ka. Kamu jangan minta buka lagi, aku nggak bisa”
Sabtu, 09 Mei 2015
Tangan Putih
"Jangan pernah resah dan gundah karena kebaikan Anda pada orang lain justru dibalas dengan perbuatan keji, atau ketika "tangan putih" yang Anda ulurkan dibalas dengan tamparan yang menyakitkan. Betapapun, apa yang Anda cari hanya pahala dan kebaikan dari Allah SWT."
Kamis, 07 Mei 2015
Sabtu Bersama Bapak
From: Cakra G.
To: Ayu R.
Subject: Pamit
Ayu, saya pamit ya. Tugas dulu satu bulan. See you next month.
Regards/Cakra
From: Ayu R.
To: Cakra G.
Subject: re: Pamit
OK. Hati-hati di jalan ya, Mas. Kok, pake pamit segala, kayak yang mau
pergi kemana aja.
Regards/ Ayu.
From: Cakra G.
To: Ayu R.
Subject: re: Pamit
Iya. Nggak tau kenapa. Yang jelas, udah kangen aja sama kamu.
Regards/Cakra
Cakra terus memandangi inbox. Tidak ada balasan. Dia sampai di bandara
dan turun dari mobil. Tidak ada balasan. Dia check in ke dalam bandara, masih
tidak ada balasan. Dia menunggu pesawat boarding, masih tidak ada balasan.
Was it too much?
Was it too pushy?
Was it this?
Was it that?
Was it wrong?
Dia tidak ada harapan, terbunuh rasa penasaran. Dia duduk di dalam
pesawat. Masih belum ada balasan. Ayu tidak menyambutnya. Bertepuk sebelah
tangan. Dia merasa kalah. ...
Langganan:
Postingan (Atom)