Selasa, 12 Mei 2015

Di Jalan Swaraya

     Deru motor memecah dinginnya malam di jalanan Swaraya. Sepi yang menghuni jalanan itu membuat Anna merasa sedikit takut. Raka sedang memegang kendali motor. Anna yang diboncengnya sejujurnya merasa canggung. Tangannya berpegang pada besi jok motor. Ia bingung, hendak memulai obrolan apa dengan Raka. Di tengah waktunya mencari topik pembicaraan, motor Raka berjalan pelan. Raka menghentikan motornya di tepi jalan, tepat di depan pertokoan yang sudah tutup.
     Anna masih terduduk di jok belakang motor, terheran. Raka membuka helmnya, dan menoleh.
     “Berhenti sebentar ya” katanya.
    “Kenapa Ka?” Anna yang masih bingung pun turun. Ia ikut melepas helm dan menaruhnya di motor. Entah kenapa, jalanan Swaraya hari Minggu malam itu sepi. Hanya satu dua motor yang lewat.
   “Aku pengen ngomong sesuatu.” Raka berdiri satu langkah di depan Anna. Anna hanya mengangguk.
     ‘Oke, ini tentang sesuatu yang serius’, batin Anna memahami.
     “Kenapa Ann?” Raka menggapai kedua tangan Anna. Suaranya pelan mengalun.
     “Kenapa apanya Ka?” Anna menanggapi, bingung.
   Raka mengitarkan pandangannya, seolah mencari kalimat yang tepat untuk menjelaskan dan mendapat kejelasan dari Anna, gadis yang berdiri di depannya, juga hatinya.
     “Kenapa Ann? Kenapa kamu terlalu rapat menutup hati?” masih dengan suaranya yang perlahan, Raka menguraikan tanya yang sedikit membuat Anna terkejut. Mata teduhnya menatap Anna.
     “Maksud kamu apa nanya itu Ka?” alih-alih menjawab, Anna melemar pertanyaan balik.
    “Bohong kalau kamu nggak tau apa maksudku.” Nada suaranya naik satu tingkat. “Ann, kamu sudah tau tentang perasaanku ke kamu. Aku sayang kamu. Aku berusaha membangun kedekatan denganmu. Tapi aku nggak liat usaha balik dari kamu.”
     “Ka,” belum selesai Anna menjawab, Raka melanjutkan penjelasannya.
    “Aku pengen kita kaya dulu Ann”. Iya. Dulu mereka pernah punya rasa yang sama. Cinta. Pahit manis cerita mereka pernah lalui. Saling berbagi hati. Sayang, hanya sebentar dan di waktu yang salah. Hanya berumur satu kali ulang tahun Anna, dan satu kali ulang tahun Raka. Dan saat Raka bersanding dengan Farah.
     “Dulu”, Anna bersiap menjawab. Kali ini tak ada yang boleh memotong kalimatnya.
     “Masih sakit rasanya Ka, kalo ngomongin yang dulu-dulu.”
     Raka tertegun.
       “Kalo kamu ingat, kaya apa kita dulu. Nyimpen rasa yang sama berdua. Entah sebagai temen-lah, sahabat-lah, apapun itu. Seneng sih.” tak disuruh, air mata Anna mengalir. Ia berhenti sejenak mengusap air di pipinya. Meski menunggu kalimat Anna selanjutnya, Raka menggenggam pundak Anna tak kuasa melihatnya menangis.
     “Tapi tiba-tiba kamu pergi. Nggak ada kabar sama sekali. Setiap aku sapa, aku tanya, aku hubungin kamu, nggak ada respon barang sedikit aja.”
       “Ann,”
      “Lupa. Kamu kayak lupa sama aku. Dan kamu dengan sangat santainya pasang kemesraan sama Farah.” Pandangannya menyapu langit. “Hhh,,, wajar ya. Dia yang hak buat kamu.”
      “Ann,”
     “Tapi perginya kamu secara tiba-tiba itu yang bikin aku nggak siap. Entah, sakit aja rasanya hati ini Ka. Meskipun aku tau, aku nggak akan bisa lama sama kamu. Lima tahun, nggak ada kamu ngajak aku ngomong satu katapun, apalagi kata maaf.”
     “Anna,” Segala rasa berkecamuk dalam hati raka. Tak mampu lagi ia mendengar penjelasan Anna.
     “Selama ini, aku udah tutup pintu ke kamu Ka. Kamu jangan minta buka lagi, aku nggak bisa”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar