Apartment, 17.00
“Hah, capek banget ya hari ini” aku
mengehempaskan tubuhku di sofa depan tv. Kamu menyusulku setelah
menaruh helm di paku belakang pintu. Seharian ini kami habiskan waktu di
luar, dan sebelum pulang main ke Matos sebentar.
“Iyoh... Huffff...” kamu meluruskan kedua kakimu, menggapai remote tv dan menekan tombol power.
“Eh, sayang tadi di toko buku beli apa?” tanyamu sambil memindah-mindah channel tv.
Aku membuka kantong kresek bertuliskan huruf Gm warna biru, dan mengeluarkan isinya.
“Inih” aku menunjukkan padanya dua buku, novel terbitan Gagasmedia, kepadamu.
Kamu tersenyum, lalu meraih satu untuk dibaca sinopsisnya.
“Sini... liat, mesti mellow nih” katamu mencandaiku, yang aku balas dengan memajukan bibir bawahku.
Tiba-tiba
handphonemu berbunyi, bukan dering panggilan setauku. Kamu melihat
layarnya, dan berseru. “Niiin, nanti temenin aku nonton bola yaaa. Timku
main”. Ternyata itu tadi suara alarm pengingat.
“Oyah?”
sebenarnya aku bukan orang yang suka olah raga satu itu, mau disuruh
nonton, apalagi main, cewek ini :D “jam berapa say?” tanyaku kemudian.
“Jam dua pagi, hehe”
“...”
“Yah...yah...?” kamu memohon. Mana tega juga aku nolaknya.
“Aku nemenin nonton atau nemenin melek?” tawarku tak mau kalah.
“Eumm”
kamu terlihat berpikir sejenak, karena kamu pun tahu aku tidak terlalu
menyukai olah raga ‘lari kesana kemari’ itu. Seolah mengerti, kamu
menjawab tulus, “Terserah deh, yang penting kamu disampingku” Aku
tersenyum,“tapi kudu melek” tambahmu seketika.
“Haha, iya iya, ntar sambil baca ini” aku mengangkat novel yang urung kamu baca sinopsisnya.
“Sipp”
***
01.54 kamu keluar dari kamar, khas muka baru bangun tidur.
“Nin, lagi apa?”
“Eh udah bangun tho, padahal masih enam menit lagi mau aku bangunin”
Kamu mendekatiku yang tengah sibuk di dapur.
“Hehe, aku stel alarm juga kok sayang. Lagi apa kok? gak dijawab ee”
“Eh iya, ini lagi bikinin popcorn, buat nemenin nonton”
“Ckckck...” kamu berdecak.
“Hah, don’t you like?” aku khawatir.
“Sayang, kamu baiiik banget. Suka lah” kamu menjejajariku berdiri. Merangkul pundak kananku dan mengecup lembut rambutku.
Beberapa
menit kemudian, kami sudah siap duduk di sofa pada posisi masing-masing
dengan tujuannya masing-masing. Haha. Kamu duduk bersila, memangku
popcorn dalam cup besar dengan mata tak lepas memandangi layar tv.
Pertandingan bola berjalan 15 menit. Sementara aku, duduk disampingmu,
bersandar pada bantalan sofa yang empuk, menyelonjorkan kaki ke bawah
meja sambil membaca novel yang kubeli sore tadi. Judulnya Perhaps You.
“Seru say mainnya?” tanyaku menutup sejenak novel bersampul putih itu.
“Ihh seru banget Nin. Lawannya sama kuat” kamu menjawab juga tak kalah semangat.
“Prediksimu, menang gak tuh kira-kira?”
“Menang dong” kamu optimis, “Nina pegang lawan ya, aku pegang timku”
“Yee, maunyaa” akupun membuka halaman yang kubatasi tadi.
Tiba-tiba
kamu mengambil bantal kursi dan menaruhnya di pangkuanmu, “Sini sayang,
biar gak capek bacanya” katamu sambil menepuk-nepuk bantal bulat itu.
Hooohw ... perasaan dihatiku menghangat, perhatian kecilmu, hmmm...
Akupun menaruh kepalaku disana, dan merebahkan punggungku yang memang sudah mulai pegal.
“Thanks Mik” aku berikan senyum tulus untukmu.
“Sama-sama sayang” kamu menjawil hidungku.
Aku melanjutkan membaca, dan kamu asik dengan pertandingan bola itu,sambil sesekali berkomentar tentangnya.
***
“Yaaah, perpanjangan waktu” kamu mendesah pelan.
“Loh, iya kah? Seri berarti.”
“He’em”
“Yakin deh, pasti tim-mu yang menang” aku menepukkan punggung tangan kananku ke dadanya, menenangkan.
“Amiiin. Eh sayang novelnya nyeritain apa sih? Dari tadi senyum-senyum sendiri” tanyamu sambil membelai halus rambutku.
“Haha. Merhatiin aja. Ceritanya so sweet sayang”
“So sweet? Kaya kita dong” guraumu sambil menyuapkan popcorn.
“Preeet”
“Haha.
Gitu ya sayang, kalo kita udah suka atau hobi sama sesuatu,pasti bakal
ngerasa nyaman banget waktu ngejalaninya” katamu berpendapat. Aku bangun
untuk duduk.
“Betul. Misal, ketika aku nanya ke kamu tentang tim
favoritmu ini, kamu pasti bisa cerita panjang lebar buat jelasin ke aku.
Dari pemainnya, strategi permainannya, prestasinya dan macem-macemnya.
Ya kan?”
“Iyap, dan kamu akan cerita banyak juga tentang bukumu. Aku suka tuh kalo kamu nyeritain novel yang abis kamu baca”
“Oyah? Kenapa?”
“Entahlah, bukan dari isinya sih, tapi mungkin sukanya lebih ke gaya kamu ngomong ke akunya aja. Hehe”
“Dasarrr...Haha”
“Terus cara kita melakoninya juga lain loh antara yang beneran hobi sama enggak” kamu menambahkan.
“Maksudnya?” aku bingung
“Iya
nih, kalo kamu lagi baca, kaya tadi, bisa gitu sambil senyum sendiri,
mendalami banget, dan gak peduli orang lain mau menilai seperti apa”
“Hmm, terus?”
“Nah
coba kalo buku itu aku yang baca. Kok mau nunggu aku senyum mendalami
ceritanya, baca sampe setengah buku kaya kamu gini aja, kayaknya susah”
“Ihh, bener tuh” aku mengangguk-angguk setuju. “juga kamu, kamu yang suka bola, khususnya tim-mu ini, bisa ngerti’ banget, whatever about it.
Ya kan? Dan kalo itu aku, nggak mungkin kayanya sampe pasang alarm kaya
tadi, hafal jadwal pertandingan, nama-nama pemain yang kadang susah
banget diucapkan, dan masih banyak lagi yang lain”
“Yap. Yah gitu deh” kamu menyuapiku dua butir popcorn, “eh, udah mulai sayang”
Kamupun melanjutkan menonton, dan aku menutup novel yang sudah kutandai pembatas.
Haus
yang menyerangku membuatku beranjak menuju kulkas untuk mengambil air,
mengisinya ke dua gelas kosong. Setelah meneguk separuh gelas, aku
kembali duduk dan menaruh dua gelas air di meja.
“Minum say” tawarku
“Ikut nonton?” tanyamu mengambil gelas air itu. Meminumnya sampai habis dan menaruh gelas kembali ke meja.
“Iyah” jawabku singkat.
Kamu menarikku dalam rengkuhan tangamu, menyandarkan kepalaku disana. Nyaman sekali. Lima menit berselang...
“Goooal” seru kita bersama.
Dini hari itu, 1-0 untuk tim-mu.
Kamu senang, aku leeebih senang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar