Selasa, 05 Mei 2015

Candid

7.49, masih di ruangan.

Selepas mbak Cita pergi meninggalkan ruangan, suasana masih awkward. Dengan jelas keganjilan itu kami bertiga yang tunjukkan.

Ah... males.

"Aku ke toilet dulu bentar" Milana ngibrit ke luar. Dasar, batinku. Tinggal aku, Diak dan kamu.
"Dek, mbak liat foto-fotonya dong"
"Hah, kenapa mbak?" Diak kurang jelas mendengar suaraku.
"Liat fotonya" terpaksa ditambah bahasa tubuh, dengan menunjuk kamera di mejanya.
"Owalah, sekalian pindahin juga yo mbak yang diminta Bu Cita tadi" Diak mengeluarkan memory card dari kameranya.
"He'em, banyak tah dek?"
"..." kamu menoleh.
"Banyak tah fotonya?" berusaha lebih keras.
"Lumayan, dan pesenku, jangan ada yang didel. Oke?"
"Yes yes"
"..."
"Iya" aku mengangguk berkali-kali, tanda mengerti. Ia menyerahkan memory cardnya.

Setelah menghidupkan laptopku, aku memasukkan memory card 16 giga milik Diak.

Plung plung

Aku membuka folder hasil capture foto terbaru. Melihatnya sekilas, dan mengopi file foto bertanggal 11 Januari kemarin.

Paste. Lima menit, empat menit, tiga menit, ... 10 detik. Complete.


Aku keluarkan Mc nya dan ku kembalikan pada Diak.

"Cepetnya, udah liat semua mbak?"
"Belum, dicopi dulu. Ini baru mau liat"
"He'e" entah dia dengar jelas apa nggak jawabanku barusan.

Preview, slide show.

Sebagian besar, gambar kegiatan selama gathering kemarin.
Orang-orangnya, panggungnya, makanannya, dan banyak lagi.

Tepat saat slide show berhenti, pertanda foto terakhir. Ini? Ehm...

"Candidmu mantep banget Di" bisikku.
"Apa mbak?" merasa diajak bicara, Diak yang duduk berjarak dua kursi di sebelahku, menoleh.
Aku menggeleng, jangan dibahas di sini, pikirku.
Iyah, foto terakhir itu, sebenar-benarnya candid.

Di taman. Ada bangku kayu, yang diduduki seorang perempuan. Tampak samping. Mengenakan dress navy motif bunga. Sedang duduk tertunduk. Dari separuh rautnya di foto, tertangkap kesedihan. Tangan kanannya mengusap sesuatu di bagian bawah matanya. Dan seorang lelaki, melangkahkan kaki, membelakangi, meninggalkan perempuan itu.

Yang membuat aku heran, lelaki itu berjalan, dengan pandangan ke bawah, dan gurat rasa yang sama.

Seketika aku mengangkat mataku melihatmu, yang duduk tak jauh di seberangku.

Miku...

Seolah terpanggil, kamu juga mengalihkan pandangan dari monitor ke arahku.
Dan dua pasang mata itu beradu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar